Ad Code

Vita Consecrata-Postulat Stella Maris Malang-Hendrikus Dasrimin

KESINAMBUNGAN DALAM KARYA ROH KUDUS: SETIA DI TENGAH PERUBAHAN DUNIA (Seri Vita Consecrata-VII)

 





Martabat Dan Peranan Wanita Anggota Hidup Bakti

            Gereja menampilkan berbagai kekayaan rohani sebagai berkat sejati karunia-karunia Allah atas pria dan wanita tanpa diskriminasi dengan memperhatikan kesamaan martabat mereka. Para wanita anggota hidup bakti secara khas dipanggil menjadi tanda-tanda cintakasih mesra Allah terhadap umat manusia dan menjadi saksi-saksi khusus tentang misteri Gereja, Perawan, Mempelai dan Bunda. Mereka hadir dan menyuarakan pandangan perempuan yang berguna bagi hidup Gereja dan misinya mewartakan Injil.
Banyak pernyataan mengenai posisi wanita di berbagai sektor masyarakat dan Gereja yang membantu kaum pria sehingga dapat membantu menyingkirkan perspektif yang berat sebelah yang tidak sepenuhnya mengakui martabat dan sumbangannya bagi kegiatan pastoral serta misioner Gereja. Pembinaan wanita anggota hidup bakti perlu disesuaikan dengan keperluan modern dan menyediakan waktu secukupnya serta peluang yang cocok bagi pendidikan sistematis dalam berbagai bidang dari bidang teologis-pastoral hingga bidang profesional.
            Sejarah spiritualitas Gereja banyak berhutang budi kepada Santa-Santa seperti Santa Teresia dari Avilla (Teresa dari Yesus) dan Santa Katarina dari Sienna yang digelari Pujangga Gereja dan sekian banyak wanita mistik lainya atas usaha mereka menjajagi Misteri Allah dan analisis mereka terhadap tindakan Allah dalam umat beriman. Gereja banyak bergantung dari para wanita anggota hidup bakti mengenai usaha-usaha baru dalam memupuk ajaran dan moralitas Kristiani, hidup keluarga dan masyarakat menyangkut martabat wanita serta sikap hormat terhadap hidup manusiawi tanpa diskriminasi, kekerasan, penghisapan dan dominasi kaum pria.

Para Rubiah dalam Klausura
         
Hidup monastik dan klausura pantas mendapat perhatian khusus karena jemaat Kristiani sangat menjunjung tinggi corak hidup kontemplatif yang menandakan persatuan eksklusif Gereja sebagai Mempelai dengan Tuhannya, yang dikasihinya di atas segala sesuatu. Hidup para rubiah dalam klausura secara istimewa dibaktikan kepada doa, askese dan kemajuan yang tekun dalam hidup rohani, “tidak lain ialah perjalanan menuju Yerusalem surgawi dan antisipasi Gereja pada akhir jaman, yang pantang berubah dalam memiliki Allah dan berkontemplasi tentang Allah. Mereka menanggapi keperluan Gereja dalam terang panggilan dan misi yaitu menyatu dengan Tuhan.
            Para rubiah dalam klausura, ruang yang tertutup, untuk menghayati hidup mereka ikut serta dengan Kristus yang mengosongkan diri, melalui kemiskinan radikal tanpa dihalangi ruang, sekat, dan lepas bebas dari sekian banyak keuntungan ciptaan. Persembahan hidup mereka bersama Yesus demi keselamatan dunia memampukan mereka masuk secara lebih penuh dalam misteri Ekaristi. Persembahan mereka meliputi unsur pengurbanan, silih atas dosa-dosa, sebagai Pujian Syukur kepada Bapa, dan ikut serta dalam doa syukur Sang Putera yang terkasih.
            Klausura berakar dalam aspirasi rohani yang mendalam dari cara menghayati Paska Kristus selain sebagai praktek askese yang sangat bernilai. Dari pengalaman “kematian atas dosa”, klausura menjadi kelimpahan hidup yang mengungkapkan pewartaan penuh kegembiraan dan antisipasi kenabian yang ditawarkan kepada tiap orang dan seluruh umat manusia untuk hidup semata-mata dalam Kristus Yesus (bdk. Roma 6:11).
            Klausura mengingatkan akan ruang dalam hati, dimana tiap orang dipanggil untuk bersatu dengan Tuhan. Klausura menjadi tempat persekutuan rohani dengan Allah dan sesama sekaligus sebagai anugerah dan jawaban cintakasih sukarela. Klausura yang membatasi ruang dan kontak-kontak duniawi berperan meningkatkan proses pembatinan nilai-nilai Injili (bdk. Yoh 13:34; Mat 5:3,8).
            Komunitas-komunitas klausura dalam kesederhanaan hidup ibarat kota-kota di atas gunung atau pelita-pelita di atas kaki dian (Mat 5:14-15) menampakkan tujuan perjalanan Gereja. Mereka yang berada di jantung hati Gereja, memberi semangat penuh dalam kegiatan sekaligus meluangkan waktu untuk kontemplasi, menuju pemulihan segala sesuatu dalam Kristus di masa mendatang bila Kristus akan tampil “dalam kemuliaan bersama Mempelainya (Kol 3:1-4)”. Kristus akan menyerahkan “Kerajaan Allah Bapa sesudah menghancurkan tiap pemerintahan dan tiap kewenangan serta kuasa...supaya Allah menjadi semuanya dalam segalanya (1 Kor 15:24.28).”      Paus Yoh Paulus II menyatakan hidup kontemplatif bernilai melebihi pekerjaan mana pun, membuahkan efektivitas apostolis dan misioner yang luar biasa dan sebagai wahana cintakasih yang murni.

Para Bruder Religius

Tarekat-tarekat yang karena maksud pendiri mereka atau karena tradisi yang sah memiliki sifat dan tujuan yang tidak mencakup pelaksanaan tahbisan disebut Tarekat Awam (Laicus). Sinode Gereja menyebut Tarekat Awam ini sebagai Tarekat Religius Para Bruder.
Bruder (dari bahasa Belanda broeder yang berarti 'saudara lelaki') adalah nama panggilan bagi seorang rohaniwan Katolik awam (tidak ditahbiskan) yang menjalani kaul kemiskinan, selibat dan ketaatan. Seorang bruder biasanya tinggal dalam suatu komunitas dan bekerja dalam pelayanan sebagai guru, seniman, teknisi, dll sesuai dengan talenta dan bakatnya.
Meski Karya mereka bisa juga dikerjakan awam, tetapi para bruder melaksanakan karyanya sebagai anggota hidup bakti dengan semangat penyerahan diri seutuhnya kepada Kristus dan Gereja sesuai kharisma mereka. Gereja sangat menghargai corak hidup yang para anggotanya para bruder religius karena telah menyumbangkan jasa di dalam dan di luar komunitasnya serta ikut menjalankan misi pewartaan Injil dengan kesaksian hidupnya sehari-hari. Para bruder terlibat dalam pelayanan-pelayanan gerejawi dan memerlukan pembinaan yang sesuai dan integral: manusiawi, rohani, teologis, pastoral dan kejuruan.
             Sebagaimana para suster, demikian pula para bruder bukan anggota hierarki. Yang membedakannya dengan awam dan imam adalah fungsi, jabatan dan corak hidup. “Di antara para anggota umat Allah terdapat perbedaan, entah karena jabatan, sebab ada beberapa yang menjalankan pelayanan suci demi kesejahteraan saudara-saudara mereka, entah karena corak dan tata-tertib kehidupan, sebab cukup banyaklah yang dalam status hidup bakti menuju kesucian” (LG 13). Sedangkan, “semua orang Kristen lain yang tidak termasuk golongan imam atau status religius” lazim disebut “awam” (LG 31). Perbedaan antara awam dan imam itu soal fungsi atau jabatan, sedangkan perbedaan dengan biarawan-biarawati menyangkut “corak kehidupan”. Hidup membiara tidak ditentukan oleh fungsi atau pekerjaan, melainkan oleh corak atau cara kehidupan, khususnya kehidupan yang di dalamnya orang “dengan kaul-kaul atau ikatan suci lainnya mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasihat Injil”, yaitu selibat atau keperawanan, kemiskinan, dan ketaatan (LG 44).

Bruder Bisa Ditabiskan?
Gereja tidak menghalangi anggota Tarekat Bruder religius menerima tahbisan bagi pelayanan sakramen dan menduduki Jabatan Pimpinan Umum untuk anggota komunitasnya bila disetujui Kapitel Umum. Gereja tetap menghargai Tarekat Bruder Religius tetap setia pada misi dan panggilan mereka sesuai sifat khas Tarekat sendiri. Hal ini memang dimungkinkan seperti yang tertulis dalam Perfectae Caritatis art.10, Konsili suci menyatakan “Hidup religius yang beranggotakan awam, untuk pria maupun wanita, merupakan status pengalaman nasehat-nasehat Injil yang sudah lengkap. Maka Konsili suci sangat menghargainya, karena begitu berjasa bagi tugas pastoral Gereja melalui pendidikan kaum muda, perawatan orang-orang sakit dan pelayanan-pelayanan lainnya. Konsili meneguhkan para anggotanya dalam panggilan mereka, serta mendorong mereka untuk menyesuaikan hidup mereka dengan tuntutan-tuntutan zaman sekarang. Konsili suci menyatakan tidak keberatan, bila dalam tarekat-tarekat para bruder, dengan lestarinya corak keawamannya, atas penetapan kapitel umum, ada beberapa anggota yang menerima Tahbisan suci, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelayanan imamat dalam rumah-rumahnya”.
Salah satu contoh, sekitar tahun 1970-an, ada beberapa Bruder FIC (Congregatio Fratres Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis; Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Yang Dikadung Tak Bernoda) di Belanda dan Chile yang ditahbiskan (tentu saja setelah mempersiapkan diri semestinya) menjadi imam demi karya pelayanan sesuai dengan tuntutan setempat (bdk. Majalah ROHANI no.08 tahun ke-49 Agustus 2002).
           
Tarekat Campur dan Bentuk Baru Hidup Injili

Tarekat Campur adalah tarekat yang menurut rencana asli Pendiri sebagai persaudaraan yang mana semua anggotanya baik para imam maupun bukan imam dipandang sederajat antara mereka sendiri. Hak-hak dan kewajiban mereka sama dalam Tarekat, kecuali hak-hak dan kewajiban yang berdasarkan tahbisan.
         Bentuk baru hidup Injili yang diilhami dari Roh Kudus terdiri dari kelompok-kelompok campuran pria dan wanita, imam-imam dan anggota-anggota awam, pasangan suami istri dan orang-orang yang hidup selibat yang semuanya menganut corak hidup yang khusus. Komitmen mereka terhadap hidup injili mendorong mereka hidup berkomunitas, menghayati kemiskinan dan doa. Baik imam maupun awam berpartisipasi dalam tugas-tugas kepemimpinan seturut berbagai tanggungjawab yang dipercayakan kepada mereka dan kerasulan yang berfokuskan tuntutan evangelisasi baru. Akan tetapi dalam penegasan rohani pasangan suami istri dan awam yang berkomunitas tidak dapat digolongkan  pada kategori khas hidup bakti.