Ad Code

Vita Consecrata-Postulat Stella Maris Malang-Hendrikus Dasrimin

PERANAN HIDUP BAKTI BAGI GEREJA PARTIKULAR (Seri Vita Consecrata-VI)


            Berdasarkan KV II tentang Gereja sebagai persekutuan dan misteri dan tentang Gereja Partikular sebagai bagian Umat Allah, tempat “Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik”  sungguh hadir dan berkarya. Pentingnya kerjasama para anggota hidup bakti dengan para Uskup demi perkembangan organis hidup pastoral keuskupan. Karisma-karisma hidup bakti dapat memberi sumbangan sangat berharga bagi peningkatan cintakasih dalam Gereja-Gereja partikular.
            Pendiri tarekat hidup bakti telah menghayati nasehat-nasehat injili sebagai pengalaman Roh yang disalurkan kepada para pengikutnya untuk dihayati, dilestarikan, diperdalam, dan terus dikembangkan dalam keselarasan dengan Tubuh Kristus yang tiada hentinya mengalami proses pertumbuhan. Jati diri tiap tarekat terikat pada spiritualitas dan kerasulan yang diwarnai unsur-unsur obyektif. Gereja memperhatikan tarekat-tarekat hidup bakti bertumbuh dan berkembang seturut semangat para pendiri mereka dan tradisi-tradisi mereka yang sehat.
            Tiap tarekat memiliki otonomi yang sewajarnya, melalui tata tertibnya dan warisan rohani serta apostolisnya. Ordinaris setempat bertanggung jawab melestarikan dan melindungi otonomi tarekat hidup bakti.
Para uskup diminta menyambut baik dan menghargai karisma-karisma hidup bakti, dan meluangkan tempat baginya dalam perencanaan pastoral keuskupan. Mereka hendaknya memperhatikan tarekat-tarekat diosesan yang dipercayakan kepada reksa khas Uskup setempat. Keuskupan tanpa hidup bakti akan kehilangan banyak anugerah rohani, tempat2 yang sesuai bagi umat mencari Allah, kegiatan2 kerasulan dan pendekatan-pendekatan pastoral yang khas bahkan akan menghadapi resiko semangat misioner amat lemah. Mereka wajib menanggapi karunia hidup bakti, yang dibangkitkan oleh Roh dalam Gereja-Gereja partikular dengan menyambut sepenuh hati dan penuh syukur.

Peran Uskup Bagi Kerjasama Hidup Bakti Dalam Gereja Partikular
            Uskup ialah bapa dan gembala seluruh Gereja partikular. Tugasnya mengenali dan menghargai karisma-karisma dan memajukan serta mengkoordinasikannya. Uskup menyambut baik karisma hidup bakti sebagai rahmat yang tidak terbatas pada tarekat manapun, sekaligus yang menguntungkan bagi seluruh Gereja. Uskup dengan cinta kasih pastoralnya berusaha mendukung dan membantu anggota hidup bakti supaya dalam persekutuan dengan Gereja mereka membuka diri bagi inisiatif rohani dan pastoral untuk menanggapi kebutuhan jaman dengan tetap setia pada karisma pendirinya.
Hendaknya anggota hidup bakti bekerja sama secara leluasa dengan Gereja-Gereja partikular, dan menghormati karismanya, dengan berkarya dalam persekutuan penuh dengan uskup di bidang pewartaan Injil, katekese dan hidup paroki. Inisiatif-inisiatif pastoral hidup bakti hendaknya ditentukan dan dilaksanakan dalam dialog setulus hati dan jujur antara para uskup dan pemimpin tarekat. Perhatian yang khas dari para uskup terhadap panggilan dan misi tarekat serta sikap menghargai dari tarekat terhadap pelayanan para uskup disertai kerelaan menerima pedoman-pedoman pastoral konkret mereka bagi kehidupan dioses: itulah dua ungkapan yang berkaitan erat bagi cintakasih gerejawi yang satu, yang menjiwai semua dalam usaha membangun persekutuan organis, kharismatis, dan sekaligus berstruktur hirarkis seluruh umat Allah.

Hidup Bakti Membangun Dialog Terus Menerus Yang Dijiwai Cinta Kasih
            Para pemimpin tarekat hidup bakti serta Serikat Hidup Apostolik membangun dialog yang berkelanjutan untuk meningkatkan saling pengertian, yang merupakan prasyarat mutlak bagi kerjasama yang efektif, khususnya di bidang pastoral. Mereka dapat menyampaikan informasi kepada para Uskup mengenai karya-karya kerasulan yang sedang mereka rencanakan di keuskupan-keuskupan untuk mencapai persetujuan tentang pengaturan-pengaturan praktis yang diperlukan.
Bila dibutuhkan didirikan komisi-komisi gabungan antara para Uskup dan para Pemimpin Tinggi pada tingkat nasional untuk bersama-sama mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Pengertian yang lebih baik akan dihasilkan bila teologi dan spiritualitas hidup bakti diintegrasikan dalam persiapan teologis para imam diosesan dan bila perhatian memadai terhadap teologi Gereja partikular, serta spiritualitas klerus dicantumkan dalam pembinaan para anggota hidup bakti.
            Pengalaman dialog yang diadakan dalam iklim kepercayaan dan sikap terbuka timbal balik antara para Uskup dan para religius menimbulkan hasrat agar pengalaman rohani persekutuan dan kerjasama diperluas ke seluruh Gereja.

Hidup Bakti Menyebarkan Semangat Persaudaraan Dalam Dunia Yang Terpecah Belah
            Gereja mempercayakan kepada komunitas-komunitas hidup bakti tugas khusus menyebarluaskan spiritualitas persekutuan pertama-tama dalam hidup intern, kemudian dalam jemaat gerejawi bahkan melampaui batas-batasnya, dengan membuka atau melanjutkan dialog dalam cinta kasih, khususnya di dalam dunia yang tercerai berai akibat kebencian dan kekerasan.
            Komunitas-komunitas hidup bakti yang tinggal dalam dunia dan masyarakat yang dikuasai nafsu dan kepentingan yang saling bertentangan, mengusahakan kesatuan hidup melalui kesaksian hidup bersama para saudara-saudari sekomunitas dimana perbedaan menjadi keselarasan yang menandakan dialog cinta kasih.
            Pelaku hidup bakti diutus mewartakan nilai persaudaraan Kristiani dan kuasa Kabar Baik yang dapat menimbulkan perubahan. Injil memampukan untuk memandang setiap orang sebagai putera-puteri Allah dan mengilhamkan cintakasih serah diri terhadap siapa pun juga khususnya yang paling hina di antara sesama. Komunitas hidup bakti menjadi tempat harapan dan penemuan nilai-nilai Sabda Bahagia, sehingga dari situ cinta kasih menimba kekuatan doa, sumber persekutuan dan menjadi pola hidup dan sumber kegembiraan.
            Pada zaman yang dikuasai berhala materialisme, hedonisme, sekularisme, egoisme, fasisme, dan indidualisme, tarekat-tarekat internasional dipanggil untuk menegakkan dan memberi kesaksian tentang kesadaran akan persekutuan antara bangsa-bangsa, suku-suku dan kebudayaan-kebudayaan. Dalam suasana persaudaraan sikap terbuka bagi dimensi global masalah-masalah tidak akan mengurangi kekayaan kurnia-kurnia khusus yang tidak akan bertentangan dengan anugerah-anugerah lain dengan kesatuan sendiri. Tarekat-tarekat internasional (kepausan) dapat mencapai secara efektif sejauh harus menghadapi tantangan inkulturasi sambil tetap mempertahankan jati diri masing-masing.

Hidup Bakti Membangun Persekutuan Antara Berbagai Tarekat
            Relasi rohani dan kerjasama antara berbagai tarekat hidup bakti secara persaudaraan ditopang dan dimantapkan oleh kesadaran akan persekutuan gerejawi. Tarekat-tarekat hidup bakti dipersatukan oleh komitmen bersama mengikuti Yesus Kristus dan ilhami Roh Kudus yang sama, niscaya akan tampil ibarat ranting-ranting pada Satu Pokok Anggur, yaitu kepenuhan Injil cinta kasih.
            Persahabatan rohani sering menyatukan para pendiri selama hidup mereka sehingga para anggota hidup bakti tetap setia terhadap ciri-ciri tarekat sekaligus dipanggil menghayati persaudaraan secara nyata sebagai teladan. Hal itu akan membantu mendorong anggota lain memberi kesaksian injil dalam tugas harian.
            Santo Bernardus, rahib abas berkata: “saya mengagumi mereka semua. Menurut peraturan hidup saya termasuk salah satu di antara mereka, tetapi menurut cinta kasih saya termasuk mereka semua. Kita semua saling memerlukan: harta rohani yang tidak ada pada saya, saya terima dari saudara-saudari lain...di tempat pembuangan ini Gereja masih menempuh ziarah, dan dalam arti tertentu masih beragam: Gereja itu keragaman yang hanya satu dan kesatuan yang beragam. Semua perbedaan kita, yang memaparkan kekayaan karunia Allah, tetap akan ada dalam satu Rumah Bapa, yang mempunyai banyak ruangan. Sekarang ada perbedaan rahmat, tetapi nanti akan ada pembedaan-pembedaan kemuliaan. Kesatuan, baik di sini sekarang maupun di sana kelak, terdiri dari satu cintakasih yang tetap sama.”
           
Koordinasi Tarekat Hidup Bakti
            Konferensi Para Pemimpin Tinggi dan Konferensi Institut Sekular didorong dan diatur oleh Konsili Vatikan II dan oleh dokumen-dokumen sesudahnya untuk memajukan hidup bakti dalam rangka misi Gereja.
            Melalui lembaga Konferensi itu terungkap persekutuan  yang menghimpun tarekat hidup bakti dan mencari upaya memantapkannya dengan menghormati dan menghargai corak unik karisma-karisma mereka yang beraneka, yang mencerminkan misteri Gereja dan kekayaan kebijaksanaan ilahi.
            Tarekat hidup bakti hendaknya bekerjasama khususnya bila di negeri-negeri tertentu menghadapi situasi-situasi yang sulit sekali dan menggoda untuk mengungkung diri sehingga merugikan diri sendiri dan Gereja. Tarekat hidup bakti hendaknya saling membantu mengenali Rencana Allah pada saat sejarah yang sukar itu untuk menanggapinya dengan karya-karya kerasulan yang cocok dan lebih baik. Hendaklah para pemimpin tarekat terbuka bagi tantangan-tantangan masa kini melalui karya yang selaras serasi dengan para Uskup dan berusaha memanfaatkan hasil-hasil karya para anggota yang terbaik tiap tarekat serta memberikan pelayanan yang menciptakan pola pembinaan yang tepat dalam hidup bakti.
            Konferensi tersebut hendaknya sering mengadakan kontak-kontak yang teratur sebagai lambang persekutuan mereka dengan Takhta Apostolik. Hubungan yang aktif dan penuh kepercayaan hendaklah dilestarikan dengan konferensi uskup tiap negeri. Dokumen Gereja “Mutuae Relationes” menekankan agar kontak-kontak itu ditetapkan secara stabil, berkesinambungan, dan tepat waktu.
Pedoman Magisterium yang dijalankan dengan patuh setia sangat bermanfaat untuk merumuskan pemecahan-pemecahan, dan menghindari pelbagai salah paham dan ketegangan pada taraf teoretis maupun praktis. Hal ini akan memberi sumbangan positif bagi pertumbuhan persekutuan antar tarekat hidup bakti dan kemajuan misi Gereja-Gereja Partikular.
                       
Persekutuan Dan Kerjasama Hidup Bakti Dengan Umat Awam
            Konsili Vatikan Kedua mengajarkan Gereja sebagai Persekutuan telah memberi pengaruh meningkatnya kesadaran anggota Gereja dapat bersatu padu bekerja sama dan saling bertukar karunia secara lebih efektif dalam misi Gereja. Kesadaran itu memberi gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang Gereja sendiri dan menjadikan lebih efektif menanggapi tantangan-tantangan berat zaman sekarang dengan sumbangan-sumbangan serentak berbagai karunia dalam Gereja.
            Persekutuan dan kerjasama itu ditandai munculnya kontak-kontak Gereja dengan umat awam. Kerjasama dengan tarekat ordo monastik atau kontemplatif berupa hubungan yang bersifat rohani. Kerjasama dengan Tarekat hidup bakti yang berkecimpung dalam karya-karya kerasulan dan pastoral. Kerjasama dengan para anggota institut sekular, awam atau imam, yang berhubungan dengan para anggota umat lainnya dalam hidup sehari-hari.
            Banyak tarekat menyimpulkan karisma mereka dapat disalurkan juga kepada umat awam. Oleh karena itu umat awam diajak untuk ikut menghayati secara lebih intensif spiritualitas dan misi tarekat. Dapat dikatakan bahwa dalam terang pengalaman sejarah, seperti pengalaman Ordo-Ordo Sekular atau Ketiga telah dimulai dalam sejarah hubungan-hubungan antara para anggota hidup bakti dan umat awam.
            Penyebaran spiritualitas kini berkembang subur melampaui batas-batas tarekat dan memperlancar misi Tarekat hidup bakti. Awam pria dan wanita tergerak oleh teladan kekudusan para anggota hidup bakti yang mengalami semangat nasehat-nasehat Injili dan memberi kesaksian akan semangat Sabda Bahagia untuk merombak dunia seturut Rencana Allah.
            Partisipasi awam membuka pengertian baru dan membantu kegiatan baru kerasulan dalam mengembangakn anugerah yang paling berharga yaitu Roh Kudus. Umat awam hendaknya memberikan kepada keluarga-keluarga religius sumbangan yang amat berharga yakni: keberadaan mereka di dunia dan pelayanan mereka yang khas.
            Keikutsertaan umat awam dalam berbagai tarekat hidup bakti disebut “para anggota asosiasi” hendaklah diatur sehingga jati diri tarekat dalam hidup internnya tidak dirugikan dan tidak membahayakan karisma atau tata tertib Tarekat. Mereka perlu diberikan pembinaan yang memadai dan dalam proyek-proyek mereka membawa kesadaran yang kuat akan makna jemaat dan Gereja. Para anggota hidup bakti sesuai perutusan pimpinan dapat ikut serta dalam bentuk spesifik kerjasama dalam inisiatif-inisiatif kaum awam.

*)Disadur dari Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II, “Vita Consecrata”.