Ad Code

Vita Consecrata-Postulat Stella Maris Malang-Hendrikus Dasrimin

PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN HIDUP BAKTI (Seri Vita Consecrata-IV)

 

 

 

4.1. Perkembangan Hidup Bakti

4.1.1. Virgines Menjadi Moniales

Virgin-virgines = para perawan à Moniale-moniales = para rubiah (pertapa perempuan).
Paulus menulis dalam 1 Kor 7: 34 tentang kehidupan para perawan yang tidak menikah.

 

Proses Perkembangan

Abad I
ØPara perawan tidak menikah dan tinggal dalam keluarga masing-masing. Mereka melakukan karya amal.
ØKemudian mulailah para perawan itu meninggalkan keluarga mereka dan membuat kelompok sendiri (komunitas).

Abad II

  Terbentuklah kelompok-kelompok tersendiri dalam Gereja. Para perawan dan para janda mendapat tempat khusus.

 

Abad III-IV

Mulailah ada upacara resmi bagi mereka yang mengikrarkan kaul keperawanan. Mereka ada di bawah naungan uskup. 
Di Mesir, bersamaan dengan munculnya hidup monastik, muncul pula sekelompok monastik wanita selain rahib. Monastik wanita disebut juga moniales (rubiah).  
Dirintis oleh Maria, saudari Pachomeus. Jumlahnya makin hari makin bertambah. Maria sendiri memimpin biara dengan 400 orang wanita dekat Biara Pachomeus di Tabennesi.  
St. Hironimus mendirikan biara putri di Betlehem. Pemimpinnya St. Paula dan St. Eustochium.  
 St. Basilius Agung mendirikan pula biara putri. Kakaknya (Makrina Muda) dan ibunya (Emmelia) juga masuk ke biara yang baru didirikannya itu.   
Abad V
Di kota-kota, mulai muncul pula biara-biara putri. Hal ini sangat didukung oleh St. Ambrosius dari Milano dan St. Agustinus dari Hippo.
St. Agustinus menulis surat pengarahan tentang hidup monastik bagi para biarawan ini. Surat-surat ini kemudian dikumpulkan dan dijadikan sebagai regula St. Agustinus.
Caesarius dari Arles menyusun regula bagi para biarawatinya berdasarkan regula St. Agustinus. Pada waktu itu mulai dikenal bentuk klausura.
St. Benedictus tidak pernah mendirikan biara putri (OSB Putri didirikan oleh St. Skolastika). Namun regulanya digunakan oleh kelompok biarawati. Mulai adab VIII-XII menjadi satu-satunya regula bagi para rubiah.
 
4.1.2. “Clerici” menjadi “Projo”
a) Biara Klerikal
Eusebius dari Vercelli mengumpulkan para imam yang bekerja di Gereja Katedral dalam satu biara. Tujuannya adalah mendidik para imam menjadi para pelayan umat yang tidak hanya pandai tetapi suci dan tidak terikat dengan hal-hal duniawi.
Kemudian beberapa tokoh, yaitu St. Ambrosius dari Milano, St. Paulus dari Nola dan St. Agustinus mengembangkan Biara Klerikal.
St. Agustinus mengembangkan biara klerikal di Tagaste, Afrika Utara. Ia mengumpulkan para imam dan mereka hidup bersama sebagai komunitas semi monastik dan mengarah pada kepentingan intelektual.
Sebagai uskup Hippo, St. Agustinus mengumpulkan imamnya untuk hidup bersama, pengikraran diri dan ketaatan.
 
b) Para Kanonik

 Pada abad VIII, St. Chrodegangus (703-766), Uskup Metz mengumpulkan imam-imamnya dalam aturan hidup bersama; maka mereka disebut “kanonik” (= aturan, norma, ukuran).

vKanonik Regular
Para kanonik yang mengikuti regula tertentu.
Abad XI ada kanonik yang mengikuti regula St. Agustinus, maka disebut kanonik regular (bukan biarawan).
Tahun 1108, William dari Champeaux mendirikan kanonik regula St. Nico, mengikuti regula St. Agustinus. Cirinya: hidup bersama dalam keheningan dan studi teologi.
Tahun 1210, Theodorus dari Sell mendirikan Kanonik Regular OSC (Ordo Saectae Crucis), mengikuti regula St. Agustinus. Cirinya: stabilitas loci, keterikatan pada biara tertentu, segala sesuatu milik bersama, dan mempelajari pastoral umat beriman seperti liturgi.
 
vKanonik Sekuler (Imam Projo)
Para imam projo bukanlah biarawan, karena mereka tidak terikat pada kaul.
Mereka tidak mengikuti salah satu regula, namun mereka mengikuti aturan keuskupan dan di bawah kepemimpinan uskup.
Para imam projo mempunyai wadah untuk kebersamaan yakni UNIO.
  
4.2.Pembaharuan Hidup Bakti

Ada 2 pembaharuan yakni pembaharua  Cluny dan pembaharuan Sistersiensis

 

4.2.1. Pembaharuan Cluny

  Pembaharuan ini dipelopori oleh biarawan Benedictin, terutama dari biara Cluny, Perancis pada tahun 910. Tokoh-tokoh pembaharuan Cluny adalah Odo, Mascal, Odilon dan Hugo (para abas biara Cluny).

 
a. Latar belakang

  Kemerosotan rohani dan moral yang menggerogoti Gereja, misalnya:

Banyak imam yang kawin dan memperkaya diri sehingga mendapat kritik yang pedas dari umat.
Praktik simoni dalam Gereja, yaitu praktik jahat menjual beli jabatan Gerejani.
Banyak biarawan-biarawati yang tidak lagi hidup seturut aturan atau semangat pendiri.
Gereja dikuasai oleh negara/kerajaan. Raja ikut campur dalam urusan Gereja bahkan berkuasa mengangkat Paus dan Uskup. Misalnya pengangkatan Paus Leo IX oleh Raja Hendrik III. 
b. Tujuan: mengadakan perombakan biara-biara   
c. Bentuk pembaharuan
Mengadakan pembaharuan dalam penghayatan hidup membiara, yaitu dengan kembali secara radikal kepada aturan Benedictus dengan berpegang teguh pada kaul-kaul asli (kemurnian, ketaatan, kemiskinan) dan memelihara kedudukan doa dan nyanyian bersama sebagai inti dari hidup membiara.
Mendirikan banyak biara pembaharuan. Pada tahun 1100, gerakan pembaharuan Cluny telah mempunyai biara sebanyak 1500 biara dengan 10.000 biarawan yang tunduk kepada abas umum. 
 
d. Pengaruh pembaharuan Cluny   
Pembaharuan Cluny menjadi inspirasi dan pendorong atau penggerak bagi pembaharuan dari biara-biara lain.   Banyak kaum muda bangsawan yang terpanggil menjadi biarawan (rahib) karena terpesona oleh semangat para biarawan Cluny (kontemplatif/kerahiban).
Memaksa pejabat-pejabat Gereja (Paus, Uskup, dan Imam), untuk mengadakan pembaharuan.  
 
e. Situasi akhir
Gerakan Pembaharuan Cluny mulai merosot setelah kepemimpinan Abas Hugo (tahun 1109). Bersamaan dengan itu muncul gerakan hidup membiara baru di Citeaux.
Gerakan pembaharuan Cluny hanya bertahan 2 tahun.
 
 
4.2.2. Pembaharuan Sistersiensis
a. Latar Belakang

  Muncul dua masalah besar:

Regula St. Benedictus hampir kehilangan keasliannya karena ada berbagai penafsiran dan menjadi kabur.
Hilangnya otoritas, sehingga tidak ada jaminan; disiplin kacau.

  Gerakan pembaharuan Citeaux mulai pada tahun 1098 dengan komitmen ingin mengikuti regula St. Benedictus dengan ketat. Pelopornya: Robertus dari Molesme, Albericus dan beberapa rahib lain. Albericus menjadi Abas Citeaux pada tahun 1100, maka berdirilah Institut Para Rahib Sintersiensis dari Citeaux.

b. Prinsip-prinsip Pembaharuan Sistersiensis

Yang tidak eksplisit diajarkan oleh Benedictus tidak boleh dilakukan, seperti tidak boleh punya paroki dan milik pribadi.
Pembaharuan pertama-tama dalam hal penghayatan kemiskinan. Karena itu para rahib perlu:
*Hidup dari karya mereka
*Menghilangkan kemewahan
*Relasi dengan luar biara dikurangi
*Kegiatan intelektual ditingkatkan, pengembangan perpustakaan, menyalin buku, menciptakan lagu.
 
    Dalam perjalanan waktu, terjadi kembali pergolakan dalam biara yakni penghayatan kemisikinan mulai berkurang dan memulai mengambil alih paroki. Maka terbentuklah dua kelompok:
ØKelompok yang tetap ingin hidup dengan keras sesuai dengan Regula Benedictus, yakni Ordo Cistersiensis Strictioris Observantiae (OCSO) atau Trapis.
ØKelompok yang mulai mengambil alih sekolah, paroki, lebih lunak dalam kemiskinan dan menghidupi ketaatan biasa, menjadi Ordo Cistersiensis (Ocist) untuk putra dan Sacer Cistersiensis (SOCist) untuk putri.