Ad Code

Vita Consecrata-Postulat Stella Maris Malang-Hendrikus Dasrimin

PARA RUBIAH DALAM KLAUSURA

 



Martabat Dan Peranan Wanita Anggota Hidup Bakti

            Gereja menampilkan berbagai kekayaan rohani sebagai berkat sejati karunia-karunia Allah atas pria dan wanita tanpa diskriminasi dengan memperhatikan kesamaan martabat mereka. Para wanita anggota hidup bakti secara khas dipanggil menjadi tanda-tanda cintakasih mesra Allah terhadap umat manusia dan menjadi saksi-saksi khusus tentang misteri Gereja, Perawan, Mempelai dan Bunda. Mereka hadir dan menyuarakan pandangan perempuan yang berguna bagi hidup Gereja dan misinya mewartakan Injil.
Banyak pernyataan mengenai posisi wanita di berbagai sektor masyarakat dan Gereja yang membantu kaum pria sehingga dapat membantu menyingkirkan perspektif yang berat sebelah yang tidak sepenuhnya mengakui martabat dan sumbangannya bagi kegiatan pastoral serta misioner Gereja. Pembinaan wanita anggota hidup bakti perlu disesuaikan dengan keperluan modern dan menyediakan waktu secukupnya serta peluang yang cocok bagi pendidikan sistematis dalam berbagai bidang dari bidang teologis-pastoral hingga bidang profesional.
            Sejarah spiritualitas Gereja banyak berhutang budi kepada Santa-Santa seperti Santa Teresia dari Avilla (Teresa dari Yesus) dan Santa Katarina dari Sienna yang digelari Pujangga Gereja dan sekian banyak wanita mistik lainya atas usaha mereka menjajagi Misteri Allah dan analisis mereka terhadap tindakan Allah dalam umat beriman. Gereja banyak bergantung dari para wanita anggota hidup bakti mengenai usaha-usaha baru dalam memupuk ajaran dan moralitas Kristiani, hidup keluarga dan masyarakat menyangkut martabat wanita serta sikap hormat terhadap hidup manusiawi tanpa diskriminasi, kekerasan, penghisapan dan dominasi kaum pria.

Para Rubiah dalam Klausura
          
Hidup monastik dan klausura pantas mendapat perhatian khusus karena jemaat Kristiani sangat menjunjung tinggi corak hidup kontemplatif yang menandakan persatuan eksklusif Gereja sebagai Mempelai dengan Tuhannya, yang dikasihinya di atas segala sesuatu. Hidup para rubiah dalam klausura secara istimewa dibaktikan kepada doa, askese dan kemajuan yang tekun dalam hidup rohani, “tidak lain ialah perjalanan menuju Yerusalem surgawi dan antisipasi Gereja pada akhir jaman, yang pantang berubah dalam memiliki Allah dan berkontemplasi tentang Allah. Mereka menanggapi keperluan Gereja dalam terang panggilan dan misi yaitu menyatu dengan Tuhan.
            Para rubiah dalam klausura, ruang yang tertutup, untuk menghayati hidup mereka ikut serta dengan Kristus yang mengosongkan diri, melalui kemiskinan radikal tanpa dihalangi ruang, sekat, dan lepas bebas dari sekian banyak keuntungan ciptaan. Persembahan hidup mereka bersama Yesus demi keselamatan dunia memampukan mereka masuk secara lebih penuh dalam misteri Ekaristi. Persembahan mereka meliputi unsur pengurbanan, silih atas dosa-dosa, sebagai Pujian Syukur kepada Bapa, dan ikut serta dalam doa syukur Sang Putera yang terkasih.
            Klausura berakar dalam aspirasi rohani yang mendalam dari cara menghayati Paska Kristus selain sebagai praktek askese yang sangat bernilai. Dari pengalaman “kematian atas dosa”, klausura menjadi kelimpahan hidup yang mengungkapkan pewartaan penuh kegembiraan dan antisipasi kenabian yang ditawarkan kepada tiap orang dan seluruh umat manusia untuk hidup semata-mata dalam Kristus Yesus (bdk. Roma 6:11).
            Klausura mengingatkan akan ruang dalam hati, dimana tiap orang dipanggil untuk bersatu dengan Tuhan. Klausura menjadi tempat persekutuan rohani dengan Allah dan sesama sekaligus sebagai anugerah dan jawaban cintakasih sukarela. Klausura yang membatasi ruang dan kontak-kontak duniawi berperan meningkatkan proses pembatinan nilai-nilai Injili (bdk. Yoh 13:34; Mat 5:3,8).
            Komunitas-komunitas klausura dalam kesederhanaan hidup ibarat kota-kota di atas gunung atau pelita-pelita di atas kaki dian (Mat 5:14-15) menampakkan tujuan perjalanan Gereja. Mereka yang berada di jantung hati Gereja, memberi semangat penuh dalam kegiatan sekaligus meluangkan waktu untuk kontemplasi, menuju pemulihan segala sesuatu dalam Kristus di masa mendatang bila Kristus akan tampil “dalam kemuliaan bersama Mempelainya (Kol 3:1-4)”. Kristus akan menyerahkan “Kerajaan Allah Bapa sesudah menghancurkan tiap pemerintahan dan tiap kewenangan serta kuasa...supaya Allah menjadi semuanya dalam segalanya (1 Kor 15:24.28).” Paus Yoh Paulus II menyatakan hidup kontemplatif bernilai melebihi pekerjaan mana pun, membuahkan efektivitas apostolis dan misioner yang luar biasa dan sebagai wahana cintakasih yang murni.